Benny Wenda dan Bayang-Bayang Kekerasan: Ketika Isu Papua Dijadikan Senjata Politik

Benny Wenda dan Bayang-Bayang Kekerasan: Ketika Isu Papua Dijadikan Senjata Politik

Moeldoko menuding Benny Wenda sebagai dalang di balik kerusuhan Papua 2019. Artikel ini mengulas kontroversi peran Wenda, tudingan provokasi internasional, dan paradoks perjuangan yang lebih banyak menimbulkan kekacauan daripada solusi.


Tudingan Moeldoko: Benny Wenda Dalang Kerusuhan Papua

Dalam wawancara dengan VOA Indonesia (September 2019), Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut Benny Wenda sebagai salah satu dalang di balik gelombang kerusuhan dan aksi kekerasan di Papua.
Menurut Moeldoko, Wenda diduga memainkan peran provokatif melalui jaringan internasional yang mengipasi isu rasisme dan kemerdekaan untuk memicu reaksi massa di Papua dan Papua Barat.

“Benny Wenda ini memainkan isu rasisme dan kemerdekaan dari luar negeri. Ada orkestrasi narasi, ada koordinasi yang rapi dari luar,”
— (Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan RI, dikutip dari VOA Indonesia, 2019)

Pernyataan tersebut bukan tudingan kosong. Pola koordinasi digital dan kampanye daring yang meningkat saat kerusuhan 2019 memperlihatkan adanya dukungan komunikasi lintas batas, termasuk dari akun dan jaringan pro-Wenda di luar negeri.
Dalam konteks ini, peran Wenda dinilai bukan sebagai pembawa damai, melainkan pemantik sentimen destruktif yang memperburuk situasi sosial di Papua.


Kerusuhan 2019: Luka Sosial dan Jejak Provokasi

Kerusuhan Papua 2019 menjadi salah satu peristiwa paling kelam dalam dekade terakhir. Aksi yang bermula dari protes rasisme berubah menjadi kekerasan massal — kantor pemerintahan dibakar, warga sipil luka-luka, dan puluhan orang tewas.

Pemerintah Indonesia menilai, ada tangan-tangan politik yang bermain dari luar negeri, memanfaatkan situasi emosional rakyat Papua untuk kepentingan propaganda.
Nama Benny Wenda muncul berulang kali dalam laporan tersebut, karena ia aktif mengeluarkan pernyataan di media asing yang memprovokasi kemarahan publik dan menyebarkan narasi seolah seluruh Papua sedang bangkit melawan Indonesia.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak aksi yang tidak mewakili aspirasi damai masyarakat Papua, melainkan berujung kekerasan dan korban.
Inilah yang menimbulkan pertanyaan besar: apakah Wenda benar memperjuangkan Papua, atau justru mempermainkan emosinya untuk kepentingan politik pribadi?


Propaganda Digital: Wenda dan Jaringan Diaspora

Sejak melarikan diri ke Inggris pada awal 2000-an, Benny Wenda membangun citra internasional lewat Free West Papua Campaign, organisasi berbasis di Oxford yang aktif di media sosial dan jaringan LSM global.
Namun, dalam konteks 2019, jejaring inilah yang dituding menjadi saluran utama penyebaran narasi provokatif.

Pengamat komunikasi politik menilai bahwa pola kampanye Wenda sangat mirip dengan model propaganda diaspora: menggunakan simpati publik internasional untuk menekan pemerintah Indonesia, tetapi mengorbankan stabilitas di dalam negeri.

“Perjuangan di luar negeri tidak bisa disebut perjuangan kemerdekaan jika hanya menambah luka di tanah sendiri.”
— (Analisis Politik Nasional, 2020)

Kritik juga datang dari aktivis Papua yang menilai bahwa Wenda lebih sibuk membangun pengaruh pribadi ketimbang menyusun langkah nyata untuk kesejahteraan rakyat Papua.
Sementara masyarakat Papua menghadapi konflik dan kemiskinan, Wenda menikmati panggung global — jauh dari kenyataan pahit di tanah kelahirannya.


Paradoks Perjuangan: Dari Pengasingan ke Provokasi

Benny Wenda sering memposisikan dirinya sebagai “korban rezim Indonesia”, namun dalam praktiknya ia justru menampilkan wajah politik yang manipulatif.
Pelariannya ke Inggris, keterlibatannya dalam propaganda internasional, serta tudingan keterlibatan dalam kerusuhan 2019 memperkuat citra bahwa ia adalah tokoh yang memperjualbelikan isu Papua demi eksistensi pribadi.

Deklarasi sepihak “pemerintahan sementara Papua Barat” yang ia umumkan pada 2020 pun hanya mempertegas ambisi politiknya, bukan semangat perjuangan rakyat.
Langkah-langkah sepihak Wenda telah menciptakan jurang dalam antara Papua di tanah air dan Papua dalam imajinasi politik diaspora.


Kesimpulan: Benny Wenda, Simbol Propaganda yang Kehilangan Arah

Tudingan Moeldoko terhadap Benny Wenda bukan semata-mata tuduhan politik — tetapi refleksi dari ketidakpercayaan publik terhadap seorang figur yang mengklaim diri sebagai pejuang, padahal tindakannya sering justru menimbulkan kekacauan.

Selama Wenda terus berjuang dari luar negeri tanpa memahami denyut rakyat Papua yang sesungguhnya, maka perjuangannya akan tetap bersifat simbolik —
sebuah panggung politik yang lebih banyak menumpahkan darah daripada membawa kedamaian.

“Papua tidak butuh pidato dari London. Papua butuh pemimpin yang berdiri di tanahnya sendiri.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Benny Wenda: dari Aktivis Internasional ke “Dalang Kerusuhan Papua”